Alasan Travis Kalanick Mundur Sementara dari Jabatan CEO Uber
- Kalanick menyatakan, mundurnya ia dari Uber lantaran membutuhkan waktu rehat pasca wafatnya sang ibu.
- Sebelumnya, Uber juga telah ditimpa kasus bocornya rekam medis korban perkosaan.
Pada tanggal 13 Juni 2017 kemarin, CEO Uber Travis Kalanick, mengumumkan bahwa dirinya akan mundur sementara dari posisi pimpinan Uber hingga waktu yang tidak ditentukan.
Langkah ini menyusul rekomendasi utama yang muncul setelah penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual di perusahaan transportasi asal Amerika Serikat tersebut. Posisi pimpinan Uber kemungkinan akan dipegang oleh sang COO, yang hingga saat ini masih belum ditentukan.
Dalam email yang dibagikan kepada karyawan Uber, Kalanick mengatakan kalau dirinya butuh waktu untuk rehat demi menjadi Travis 2.0.
“Agar Uber 2.0 bisa berhasil tidak ada hal yang lebih penting dari mendedikasikan waktu saya untuk membangun tim kepemimpinan. Namun, jika kita ingin membangun Uber 2.0, saya juga harus membangun Travis 2.0 untuk menjadi pemimpin yang dibutuhkan perusahaan ini, dan yang pantas untuk Anda.Selama periode transisi ini, tim pemimpin Uber, yang berada langsung di bawah saya, akan mengelola perusahaan. Saya akan menyediakan waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan strategis, namun saya juga akan memberdayakan mereka untuk menjadi berani dan tegas dalam mengambil keputusan agar perusahaan dapat melangkah ke depan dengan mulus.”
“Dalam surat elektronik tersebut, Kalanick juga menyampaikan bahwa ia memerlukan waktu istirahat dari kesibukan sehari-hari karena masih berduka setelah wafatnya sang ibu. Sebelum mundurnya Kalanick, Uber telah beberapa kali sempat tersandung skandal hingga merembet pada mundurnya beberapa senior eksekutif di perusahaan penyedia layanan ride sharing tersebut, termasuk Senior VP Business Uber, Emil Michael, yang merupakan ‘tangan kanan’ dari Kalanick.
Kasus “bocornya” rekam medis korban perkosaan
“Sebelumnya, Kalanick dan Michael pun telah dilaporkan telah melihat dan mendiskusikan rekam medis korban perkosaan oleh sopir Uber di India yang dibawa oleh mantan Business Head Uber untuk kawasan Asia Pasifik, Eric Alexander. Ketiganya dilaporkan berusaha membuat opini bahwa kompetitor utama mereka di India, Ola, berada di balik insiden tersebut untuk menyabotase Uber.
Informasi ini muncul selama penyelidikan yang dilakukan oleh kantor hukum Covington & Burley yang dipimpin oleh mantan Jaksa Agung Amerika Serikat, Eric Holder. Investigasi tersebut sendiri dilakukan menyusul tulisan blog mantan karyawan Uber, Susan Flower, mengenai dugaan pelecehan seksual dan bias gender yang dialaminya saat berada di Uber.
Ketika masih berkutat mengurusi masalah dugaan pelecehan seksual dan pemerkosaan, Uber juga harus menghadapi masalah serius lainnya. Seperti begitu cepatnya mitra Uber keluar masuk sebagai sopir dalam setahun, dan penyelidikan mengenai dugaan pencurian yang berkaitan dengan teknologi self-driving milik Google Waymo.
Covington & Burley pun memberikan beberapa rekomendasi detail demi memperbaiki kultur di Uber. Hal ini termasuk pembatasan konsumsi alkohol saat event dan larangan terlibat hubungan intim antar sesama karyawan maupun dengan bos mereka. Beberapa poin dalam rekomendasi tersebut akan menjadi referensi bagaimana pengelolaan Uber di masa mendatang.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam Bahasa Inggris oleh Sumit Chakraberty. Isi di dalamnya telah disesuaikan dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Septa Mellina)
Komentar
Posting Komentar